Di
antara 12 bulan dalam setahun, Allah telah memilih Ramadhan sebagai bulan
kemuliaan yang penuh dengan keberkahan. Rasulullah SAW bersabda, "Telah
datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah telah
mewajibkan kalian untuk berpuasa." (HR Ahmad). Dan, pada Ramadhan, Allah
telah memilih satu malam yang nilai kebaikannya melebihi 1.000 bulan. (QS
al-Qadr: 3).
Ramadhan
disebut sebagai bulan berkah karena banyaknya kebaikan yang telah ditetapkan
Allah di dalamnya. Berkah atau keberkahan berarti menetap (ast-tsubut),
bertambah (az-ziyadah), atau berkembang (an-nama'a), yaitu kebaikan dari Allah
SWT pada sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa harta, pekerjaan, usia, keluarga,
anak, hari, bulan, tempat, dan atau kehidupan yang kita lalui.
Keberkahan
pada Ramadhan berarti nilai kebaikan di dalamnya terus bertambah dan berkembang
serta mendatangkan kebermanfaatan bagi manusia beriman. Semua itu adalah bentuk
rahmat Allah untuk seluruh insan. Seperti, Allah menetapkan Ramadhan sebagai
bulan diturunkannya (permulaan) Alquran sebagai pedoman dan pembeda antara
kebenaran dan kebatilan (QS al-Baqarah: 185).
Allah
memilih semua hari pada Ramadhan untuk dipuasakan oleh orang-orang beriman agar
meraih ketakwaan. (QS al-Baqarah: 183). Pada Ramadhan, pintu-pintu surga
dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup. Dan, setan-setan dibelenggu. (HR
Muslim).
Sungguh
ironi. Jika pintu surga telah dibukakan Allah, tetapi kebaikan sebagai jalan
mudah memasukinya masih saja enggan dikerjakan. Sungguh ironi. Jika pintu neraka
telah ditutup, masih saja ingin membukanya dengan melakukan kemaksiatan.
Sungguh bebal saat setan-setan dibelenggu pada Ramadhan agar peluang beramal
kebaikan dengan banyak orang beriman dimudahkan, masih saja mencari peluang
untuk melakukan kehinaan.
Begitu
istimewa dan mulianya Ramadhan, sepantasnyalah Muslimin mempersiapkan diri
untuk menyambutnya. Karena, ada beberapa makna atau pesan dari kegiatan
penyambutan (tarhib) Ramadhan itu. Pertama, kegiatan menyambut jelas
menunjukkan suasana hati yang penuh harap dan bahagia. Begitulah seharusnya
sikap seorang Muslim menjelang kedatangan Ramadhan. Maka, Rasulullah
mengajarkan doa dan berdoa, "Ya Allah, antarkan diriku kepada Ramadhan dan
antarkan Ramadhan kepada diriku serta terimalah (amalan-amalan) Ramadhan
dariku." (HR Abu Dawud).
Kedua,
dari sisi yang disambut, yakni Ramadhan, jelas mengindikasikan keistimewaan dan
kemuliaan. Ketiga, adanya sikap menyambut menunjukkan komitmen dalam menyikapi
Ramadhan. Orang yang tak berminat dengan Ramadhan tak peduli dengan kedatangan
Ramadhan. Oleh sebab itu, penyambutan Ramadhan dimaknai sebagai motivasi diri,
kesungguhan, kesiapan, dan azam yang kuat untuk kedatangan Ramadhan.
Nabi
SAW sebagai teladan sebenarnya telah memberi contoh tuntunan. Di antaranya,
Rasulullah jauh hari telah berdoa kepada Allah agar diberkahi pada Rajab,
Sya'ban, dan disampaikan usia kepada Ramadhan.
Istri
beliau, Aisyah RA, juga mengabarkan, "Aku belum pernah melihat Rasulullah
berpuasa sebelum penuh, kecuali pada Ramadhan. Dan, aku belum pernah melihat
Rasulullah lebih banyak berpuasa, kecuali pada Sya'ban." (HR Bukhari).
Itulah di antara bentuk komitmen dan persiapan diri Rasulullah menjelang
Ramadhan. Semoga menjadi teladan. Wallahu a'lam.
Sumber: REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Lidus Yardi