Oleh
Fauzi Bahresy
(Para
istri) mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka
(QS al-Baqarah: 187).
REPUBLIKA.CO.ID, Dalam ayat di atas, Allah SWT menggambarkan
pernikahan serta hubungan interelasi antara suami dan istri sebagai pakaian.
Hal ini menarik, karena gambaran tersebut mengandung makna yang sangat mendalam
dan isyarat yang penting.
Di antaranya adalah,
pertama, pakaian merupakan kebutuhan setiap manusia normal. Hanya manusia yang
tidak normal atau berada dalam kondisi tertentu saja yang tidak mempergunakan
pakaian. Demikian pula setiap manusia, bahkan seluruh makhluk membutuhkan
keberadaan pasangan.
Pria membutuhkan
keberadaan wanita dan demikian pula sebaliknya. Hanya saja, kebutuhan tersebut
harus disalurkan melalui pintu yang sah dan sarana yang halal. Karenanya
Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu
menikah hendaknya menikah. Sebab, hal itu bisa membuat pandangan lebih terjaga
dan kehormatan lebih terpelihara. Siapa yang tidak mampu, hendaknya ia
berpuasa, karena puasa merupakan tameng (yang bisa menjaga dari maksiat).'' (HR
Bukhari Muslim).
Kedua, pakaian berfungsi
untuk menutupi aurat dan sekaligus melindungi tubuh dari cuaca panas atau
dingin. Demikian pula dengan fungsi dan kedudukan suami istri. Masing-masing
harus bisa menutupi dan melindungi pasangannya. Suami harus bisa menutupi aib
dan kekurangan istri, dan istri pun harus bisa memahami dan menutupi kekurangan
suami.
Suami bukan malaikat yang
tidak punya dosa dan istri juga bukan bidadari yang tidak punya salah. Sebagai
manusia pastilah keduanya memiliki aib dan kekurangan. Di sinilah suami istri
dituntut untuk siap menerima kekurangan pasangannya sekaligus bekerja sama
untuk menutupi dan memperbaikinya. Allah befirman, ''Tolong-menolonglah kalian
dalam kebaikan dan ketakwaan; jangan tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan.'' (QS al-Maidah: 2).
Ketiga, pakaian berfungsi
sebagai hiasan bagi pemakainya. Karena itu, dalam hal ini suami istri harus
bisa menjadi hiasan bagi masing-masing. Mereka harus bisa saling menyenangkan,
menghibur, dan memberikan yang terbaik. Rasulullah SAW bersabda, ''Sebaik-baik
kalian adalah yang terbaik untuk istrinya. Dan, aku adalah orang yang paling
baik untuk istriku.'' (HR at-Tirmidzi).
Membuat pasangan senang
dan terhibur bisa dilakukan lewat ucapan, perbuatan, ataupun penampilan. Dan,
itulah yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Kalau para suami dan istri memahami kedudukan
dan fungsi dirinya dalam keluarga secara baik sebagaimana yang disebutkan di
atas, tentu keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah akan bisa digapai.
Amin.
Sumber : Pusat Data Republika